Naluri: Kenapa Pernah Ada?


Ia naluri,
bukan intuisi.

Rasa yang dipendam dalam jiwa,
rasa yang tidak lahir pada kata,
jika ada punya rasa sama,
pasti membait cinta.

Namun, mana mungkin ku akui
rasa yang menggamit bicara panjang,
takkan mungkin ku syahadati
rasa yang mencambah buah mulut orang.

Kenapa ia pernah ada?

Ia datang sendiri.
Semulajadi.
Tanpa sadari.
Bukan nafsu hakiki.
Juga tak didorong hati.

..............

Mungkin ini keterlaluan bagi seorang manusia, manusia biasa.
Namun telah dicuba,
menjadi manusia
manusia biasa.
Tiada pula dirasakan apa.
Terasa kosong,
bagai si Pandir yang melopong.

Ini bukan satu keterpaksaan,
yang berakhir tanpa kekecewaan.
Tapi, ini satu harapan,
yang tidak didorongi rasa dan perasaan.
yang disandarkan pada iman.
Jelas, imanku bukan seteguh tiang yang berpacakan,
ia cuma sekadar sebatang lidi yang dilicinkan,
berhembus saja angin, melekat debu kekotoran.

Usaha ku lanjutkan,
niat suci ditetapkan
jiwa dimurnikan
rasa dan perasaan ku ketepikan
dan ia bermula sempurna, syukran.

Cuma sebentar.
Hati tak keruan
jiwa tak tegar, iman tak dilenturkan
mudah saja bertukar haluan.
Tambah lagi
yang terjalin tak berkekalan,
memang mengundang kecelakaan.

..............

Sekali lagi ku bangkit,
terumbang-ambing seperti merakit-rakit.
Hati yang berluka perit
diiringi jiwa yang menjerit-jerit
ku gagahi keluar ke dunia yang menyempit.

Kalau ke kiri, ku mati.
Kalau ke kanan, ku mati.
Ke arah mana lagi?

*haih

Ku tidak kepingin berusahakan apa.
Jika ada haluan ke kiri, persilakan saja.
Jika ada haluan ke kanan, persilakan juga.

Comments

Popular Posts